Sudah
bertahun-tahun kegiatan ronda malam di lingkungan tempat tinggalku
berjalan dengan baik. Setiap malam ada satu grup terdiri dari 3 orang.
Sebagai anak belia yg sudah bekerja aku dapat giliran ronda pada malam
minggu.
![]() |
Pada suatu malam minggu aku giliran ronda. Tetapi sampai pukul 23.00 2 orang temanku tdk muncul di pos perondaan.
Aku tdk peduli mau datang apa tdk,
karena aku maklum tugas ronda adalah sukarela, sehingga tdk baik untuk
dipaksa-paksa. Biarlah aku ronda sendiri tdk ada masalah
Karena memang belum mengantuk, aku
jalan-jalan mengontrol kampung. Biasanya kami mengelilingi rumah-rumah
penduduk. Pada waktu sampai di samping rumah Pak Ihksan, aku melihat
kaca nako yg belum tertutup. Aku mendekati untuk melihat apakah kaca
nako itu kelupaan ditutup atau ada orang jahat yg membukanya. Dengan
hati-hati kudekati, tetapi ternyata kain korden tertutup rapi.
Kupikir kemarin sore pasti lupa menutup kaca nako, tetapi langsung menutup kain kordennya saja.
Mendadak aku mendengar suara aneh,
seperti desahan seseorang. Kupasang telinga baik-baik, ternyata suara
itu datang dari dalam kamar. Kudekati pelan-pelan, dan darahku berdesir,
ketika ternyata itu suara orang bersetubuh. Nampaknya ini kamar tidur
Pak Ihksan dan istrinya.
Aku lebih mendekat lagi, suaranya dengusan nafas yg memburu dan gemerisik dan goygan tempat tidur lebih jelas terdengar.
“Ssshh… hhemm… uughh… ugghh,
terdengar suara dengusan dan suara orang seperti menahan sesuatu. Jelas
itu suara Bu Ihsan yg ditindih suaminya. Terdengar pula bunyi
kecepak-kecepok, nampaknya k0ntol Pak Ihksan sedang mengocok liang memek
Bu Ihksan.
Aduuh, darahku naik ke kepala,
k0ntolku sudah berdiri keras seperti kayu. Aku betul-betul iri
membayangkan Pak Ihksan menggumuli istrinya. Alangkah nikmatnya
menyetubuhi Bu Ihksan yg cantik dan bahenol itu.
“Oohh, sshh buuu, aku mau keluar, sshh…. ssshh..” terdengar suara Pak Ihksan tersengal-sengal.
Suara kecepak-kecepok makin cepat,
dan kemudian berhenti. Nampaknya Pak Ihksan sudah ejakulasi dan pasti
k0ntolnya dibenamkan dalam-dalam ke dalam memek Bu Ihksan. Selesailah
sudah persetubuhan itu, aku pelan-pelan meninggalkan tempat itu dengan
kepala berdenyut-denyut dan k0ntol yg kemeng karena tegang dari tadi.
Sejak malam itu, aku jadi sering
mengendap-endap mengintip kegiatan suami-istri itu di tempat tidurnya.
Walaupun nako tdk terbuka lagi, namun suaranya masih jelas terdengar
dari sela-sela kaca nako yg tdk rapat benar. Aku jadi seperti detektip
partikelir yg mengamati kegiatan mereka di sore hari.
Biasanya pukul 21.00 mereka masih
melihat siaran TV, dan sesudah itu mereka mematikan lampu dan masuk ke
kamar tidurnya. Aku mulai melihat situasi apakah aman untuk mengintip
mereka. Apabila aman, aku akan mendekati kamar mereka. Kadang-kadang
mereka hanya bercakap-cakap sebentar, terdengar bunyi gemerisik
(barangkali memasang selimut), lalu sepi. Pasti mereka terus tidur.
Tetapi apabila mereka masuk kamar,
bercakap-cakap, terdengar ketawa-ketawa kecil mereka, jeritan lirih Bu
Ihksan yg kegelian (barangkali dia digelitik, dicubit atau diremas buah
dadanya oleh Pak Ihksan), dapat dipastikan akan diteruskan dengan
persetubuhan. Dan aku pasti mendengarkan sampai selesai. Rasanya seperti
kecanduan dengan suara-suara Pak Ihksan dan khususnya suara Bu Ihksan
yg keenakan disetubuhi suaminya.
Hari-hari selanjutnya berjalan
seperti biasa. Apabila aku bertemu Bu Ihksan juga biasa-biasa saja,
namun tdk dapat dipungkiri, aku jadi jatuh cinta sama istri Pak Ihksan
itu. Orangnya memang cantik, dan badannya padat berisi sesuai dengan
seleraku. Khususnya pantat dan buah dadanya yg besar dan bagus.
Aku menyadari bahwa hal itu tdk akan
mungkin, karena Bu Ihksan istri orang. Kalau aku berani menggoda Bu
Ihksan pasti jadi masalah besar di kampungku. Bisa-bisa aku dipukuli
atau diusir dari kampungku. Tetapi nasib orang tdk ada yg tahu. Ternyata
aku akhirnya dapat menikmati keindahan tubuh Bu Ihksan.
Pada suatu hari aku mendengar Pak
Ihksan opname di rumah sakit, katanya operasi usus buntu. Sebagai
tetangga dan masih bujangan aku banyak waktu untuk menengoknya di rumah
sakit. Dan yg penting aku mencoba membangun hubungan yg lebih akrab
dengan Bu Ihksan.
Pada suatu sore, aku menengok di
rumah sakit bersamaan dengan adiknya Pak Ihksan. Sore itu, mereka
sepakat Bu Ihksan akan digantikan adiknya menunggu di rumah sakit,
karena Bu Ihksan sudah beberapa hari tdk pulang. Aku menawarkan diri
untuk pulang bersamaku. Mereka setuju saja dan malah berterima kasih.
Terus terang kami sudah menjalin hubungan lebih akrab dengan keluarga
itu.
Baca cerita sex lainya terbaru di www.orisex.com
Sehabis mahgrib aku bersama Bu
Ihksan pulang. Dalam mobilku kami mulai mengobrol, mengenai sakitnya Pak
Ihksan. Katanya seminggu lagi sudah boleh pulang. Aku mulai mencoba
untuk berbicara lebih dekat lagi, atau katakanlah lebih kurang ajar.
Inikan kesempatan bagus sekali untuk mendekati Bu Ihksan.
“Bu, maaf yaa. ngomong-ngomong Bu Ihksan sudah berkeluarga sekitar 3 tahun kok belum diberi momongan yaa”, kataku hati-hati.
“Ya, itulah Dik Iwan. Kami kan hanya lakoni. Barangkali Tuhan belum mengizinkan”, jawab Bu Ihksan.
“Tapi anu tho bu… anuu.. bikinnya khan jalan terus.” godaku. “Ooh apa, ooh. kalau itu sih iiiya Dik Iwan” jawab Bu Ihksan agak kikuk.
“Ya, itulah Dik Iwan. Kami kan hanya lakoni. Barangkali Tuhan belum mengizinkan”, jawab Bu Ihksan.
“Tapi anu tho bu… anuu.. bikinnya khan jalan terus.” godaku. “Ooh apa, ooh. kalau itu sih iiiya Dik Iwan” jawab Bu Ihksan agak kikuk.
Sebenarnya kan aku tahu, mereka
setiap minggunya minmal 2 kali bersetubuh dan terbayg kembali desahan Bu
Ihksan yg keenakan. Darahku semakin berdesir-desir. Aku semakin nekad
saja.
“Tapi, kok belum berhasil juga yaa bu?” lanjutku.
“Ya, itulah, kami berusaha terus. Tapi ngomong-ngomong kapan Dik Iwan kimpoi. Sudah kerja, sudah punya mobil, cakep lagi. Cepetan dong. Nanti keburu tua lhoo”, kata Bu Ihksan.
“Ya, itulah, kami berusaha terus. Tapi ngomong-ngomong kapan Dik Iwan kimpoi. Sudah kerja, sudah punya mobil, cakep lagi. Cepetan dong. Nanti keburu tua lhoo”, kata Bu Ihksan.
“Eeh, benar nih Bu Ihksan. Aku cakep
niih. Ah kebetulan, tolong carikan aku Bu. Tolong carikan yg kayak IBu
Ihksan ini lhoo”, kataku menggodanya.
“Lho, kok hanya kayak saya. Yg lain yg lebih cakep kan banyak. Saya khan sudah tua, jelek lagi”, katanya sambil ketawa.
“Lho, kok hanya kayak saya. Yg lain yg lebih cakep kan banyak. Saya khan sudah tua, jelek lagi”, katanya sambil ketawa.
Aku harus dapat memanfaatkan situasi. Harus, Bu Ihksan harus aku dapatkan.
“Eeh, Bu Ihksan. Kita kan nggak usah
buru-buru nih. Di rumah Bu Ihksan juga kosong. Kita cari makan dulu
yaa. Mauu yaa bu, mau yaa”, ajakku dengan penuh kekhawatiran
jangan-jangan dia menolak.
“Tapi nanti kemaleman lo Dik”, jawabnya.
“Aah, baru jam tujuh. Mau ya Buu”, aku sedikit memaksa.
“Yaa gimana yaa… ya deh terserah Dik Iwan. Tapi nggak malam-malam lho.” Bu Ihksan setuju. Batinku bersorak.
“Tapi nanti kemaleman lo Dik”, jawabnya.
“Aah, baru jam tujuh. Mau ya Buu”, aku sedikit memaksa.
“Yaa gimana yaa… ya deh terserah Dik Iwan. Tapi nggak malam-malam lho.” Bu Ihksan setuju. Batinku bersorak.
Kami berehenti di warung bakmi yg terkenal. Sambil makan kami terus mengobrol. Jeratku semakin aku persempit.
“Eeh, aku benar-benar tolong
dicarikan istri yg kayak Bu Ihksan dong Bu. benar nih. Soalnya begini
bu, tapii eeh nanti Bu Ihksan marah sama saya. Nggak usaah aku katakan
saja deh”, kubuat Bu Ihksan penasaran.
“Emangnya kenapa siih.” Bu Ihksan memandangku penuh tanda tanya.
“Tapi janji nggak marah lho.” kataku memancing. Dia mengangguk kecil. “Anu bu… tapi janji tdk marah lho yaa.”
“Bu Ihksan terus terang aku terobsesi punya istri seperti Bu Ihksan.
“Emangnya kenapa siih.” Bu Ihksan memandangku penuh tanda tanya.
“Tapi janji nggak marah lho.” kataku memancing. Dia mengangguk kecil. “Anu bu… tapi janji tdk marah lho yaa.”
“Bu Ihksan terus terang aku terobsesi punya istri seperti Bu Ihksan.
Aku benar-benar bingung dan seperti
orang gila kalau memikirkan Bu Ihksan. Aku menyadari ini nggak betul. Bu
Ihksan kan istri tetanggaku yg harus aku hormati. Aduuh, maaf, maaf
sekali bu. aku sudah kurang ajar sekali”, kataku menghiba. Bu Ihksan
melongo, memandangiku. sendoknya tdk terasa jatuh di piring.
Bunyinya mengagetkan dia, dia tersipu-sipu, tdk berani memandangiku lagi.
Sampai selesai kami jadi
berdiam-diaman. Kami berangkat pulang. Dalam mobil aku berpikir, ini
sudah telanjur basah. Katanya laki-laki harus nekad untuk menaklukkan
wanita. Nekad kupegang tangannya dengan tangan kiriku, sementara tangan
kananku memegang setir. Di luar dugaanku, Bu Ihksan balas meremas
tanganku. Batinku bersorak. Aku tersenyum penuh kemenangan. Tdk ada
kata-kata, batin kami, perasaan kami telah bertaut. Pikiranku melambung,
melayg-layg. Mendadak ada sepeda motor menyalib mobilku. Aku kaget.
“Awaas! hati-hati!” Bu Ihksan menjerit kaget.
“Aduh nyalib kok nekad amat siih”, gerutuku.
“Makanya kalau nyetir jangan macam-macam”, kata Bu Ihksan.
“Aduh nyalib kok nekad amat siih”, gerutuku.
“Makanya kalau nyetir jangan macam-macam”, kata Bu Ihksan.
Kami tertawa. Kami tdk membisu lagi,
kami ngomong, ngomong apa saja. Kebekuan cair sudah. Sampai di rumah
aku hanya sampai pintu masuk, aku lalu pamit pulang. Di rumah aku
mencoba untuk tidur.
Tdk bisa. Nonton siaran TV, tdk
nyaman juga. Aku terus membaygkan Bu Ihksan yg sekarang sendirian, hanya
ditemani pembantunya yg tua di kamar belakang. Ada dorongan sangat kuat
untuk mendatangi rumah Bu Ihksan. Berani nggaak, berani nggak. Mengapa
nggak berani. Entah setan mana yg mendorongku, tahu-tahu aku sudah
keluar rumah. Aku mendatangi kamar Bu Ihksan. Dengan berdebar-debar, aku
ketok pelan-pelan kaca nakonya, “Buu Ihksan, aku Iwan”, kataku lirih.
Terdengar gemerisik tempat tidur,
lalu sepi. Mungkin Bu Ihksan bangun dan takut. Bisa juga mengira aku
maling. “Aku Iwan”, kataku lirih. Terdengar gemerisik. Kain korden
terbuka sedikit.
Nako terbuka sedikit.
Nako terbuka sedikit.
“Lewat belakang!” kata Bu Ihksan.
Aku menuju ke belakang ke pintu
dapur. Pintu terbuka, aku masuk, pintu tertutup kembali. Aku nggak tahan
lagi, Bu Ihksan aku peluk erat-erat, kuciumi pipinya, hidungnya,
bibirnya dengan lembut dan mesra, penuh kerinduan. Bu Ihksan membalas
memelukku, wajahnya disusupkan ke dadaku.
“Aku nggak bisa tidur”, bisikku.
“Aku juga”, katanya sambil memelukku erat-erat.
“Aku juga”, katanya sambil memelukku erat-erat.
Dia melepaskan pelukannya. Aku dibimbingnya masuk ke kamar tidurnya. Kami berpelukan lagi, berciuman lagi dengan lebih bernafsu.
“Buu, aku kangen bangeeet. Aku kangen”, bisikku sambil terus menciumi dan membelai punggungnya.
Nafsu kami semakin menggelora. Aku ditariknya ke tempat tidur.
Bu Ihksan membaringkan dirinya.
Tanganku menyusup ke buah dadanya yg besar dan empuk, aduuh nikmat
sekali, kuelus buah dadanya dengan lembut, kuremas pelan-pelan. Bu
Ihksan menyingkapkan dasternya ke atas, dia tdk memakai BH. Aduh buah
dadanya kelihatan putih dan menggung.
Aku nggak tahan lagi, kuciumi,
kukulum pentilnya, kubenamkan wajahku di kedua buah dadanya, sampai aku
nggak bisa bernapas. Sementara tanganku merogoh kemaluannya yg berbulu
tebal. Celana dalamnya kupelorotkan, dan Bu Ihksan meneruskan ke bawah
sampai terlepas dari kakinya.
Dengan sigap aku melepaskan sarung
dan celana dalamku. K0ntolku langsung tegang tegak menantang. Bu Ihksan
segera menggenggamnya dan dikocok-kocok pelan dari ujung k0ntolku ke
pangkal pahaku. Aduuh, rasanya geli dan nikmat sekali. Aku sudah nggak
sabar lagi. Aku naiki tubuh Bu Ihksan, bertelekan pada sikut dan
dengkulku.
Kaki Bu Ihksan dikangkangkannya
lebar-lebar, k0ntolku dibimbingnya masuk ke liang memeknya yg sudah
basah. Digesek-gesekannya di bibir kemaluannya, makin lama semakin
basah, kepala k0ntolku masuk, semakin dalam, semakin… dan akhirnya
blees, masuk semuanya ke dalam kemaluan Bu Ihksan. Aku turun-naik
pelan-pelan dengan teratur. Aduuh, nikmat sekali. K0ntolku dijepit
kemaluan Bu Ihksan yg sempit dan licin. Makin cepat kucoblos,
keluar-masuk, turun-naik dengan penuh nafsu.
“Aduuh, Dik Iwan, Dik Iwani… enaak sekali, yg cepaat.. teruus”, bisik Bu Ihksan sambil mendesis-desis.
Kupercepat lagi. Suaranya memek Bu Ihksan kecepak-kecepok, menambah semangatku.
“Dik Iwanii aku mau muncaak… muncaak, teruus… teruus”, Aku juga sudah mau keluar.
Aku percepat, dan k0ntolku merasa
akan keluar. Kubenamkan dalam-dalam ke dalam memek Bu Ihksan sampai
amblaas. Pangkal k0ntolku berdenyut-denyut, spermaku muncrat-muncrat di
dalam memek Bu Ihksan. Kami berangkulan kuat-kuat, napas kami berhenti.
Saking nikmatnya dalam beberapa detik nyawaku melayg entah kemana.
Selesailah sudah. Kerinduanku tercurah sudah, aku merasa lemas sekali
tetapi puas sekali.
Kucabut k0ntolku, dan berbaring di
sisinya. Kami berpelukan, mengatur napas kami. Tiada kata-kata yg
terucapkan, ciuman dan belaian kami yg berbicara.
“Dik Iwan, aku curiga, salah satu
dari kami mandul. Kalau aku subur, aku harap aku bisa hamil dari
spermamu. Nanti kalau jadi aku kasih tahu. Yg tahu bapaknya anakku kan
hanya aku sendiri kan. Dengan siapa aku membuat anak”, katanya sambil
mencubitku.
Malam itu pertama kali aku
menyetubuhi Bu Ihksan tetanggaku. Beberapa kali kami berhubungan sampai
aku kimpoi dengan wanita lain. Bu Ihksan walaupun cemburu tapi dapat
memakluminya.
Keluarga Pak Ihksan sampai saat ini
hanya mempunyai satu anak perempuan yg cantik. Apabila di depankan, Bu
Ihksan sering menciumi anak itu, sementara matanya melirikku dan
tersenyum-senyum manis. Tetanggaku pada meledek Bu Ihksan, mungkin waktu
hamil Bu Ihksan benci sekali sama aku.
Karena anaknya yg cantik itu mempunyai mata, pipi, hidung, dan bibir yg persis seperti mata, pipi, hidung, dan bibirku.
Seperti telah anda ketahui
hubunganku dengan Bu Ihksan istri tetanggaku yg cantik itu tetap
berlanjut sampai kini, walaupun aku telah berumah tangga. Namun dalam
perkimpoianku yg sudah berjalan dua tahun lebih, kami belum dikaruniai
anak. Istriku tdk hamil-hamil juga walaupun k0ntolku kutojoskan ke memek
istriku siang malam dengan penuh semangat. Kebetulan istriku juga
mempunyai nafsu seks yg besar. Baru disentuh saja nafsunya sudah naik.
Biasanya dia lalu melorotkan celana
dalamnya, menyingkap pakaian serta mengangkangkan pahanya agar memeknya
yg tebal bulunya itu segera digarap. Di mana saja, di kursi tamu, di
dapur, di kamar mandi, apalagi di tempat tidur, kalau sudah nafsu, ya
aku masukkan saja k0ntolku ke memeknya. Istriku juga dengan penuh gairah
menerima coblosanku. Aku sendiri terus terang setiap saat melihat
istriku selalu nafsu saja deh. Memang istriku benar-benar membuat
hidupku penuh semangat dan gairah.
Tetapi karena istriku tdk
hamil-hamil juga aku jadi agak kawatir. Kalau mandul, jelas aku tdk.
Karena sudah terbukti Bu Ihksan hamil, dan anakku yg cantik itu sekarang
menjadi anak kesayangan keluarga Pak Ihksan. Apakah istriku yg mandul?
Kalau melihat fisik serta haidnya yg teratur, aku yakin istriku subur
juga. Apakah aku kena hukuman karena aku selingkuh dengan Bu Ihksan?
aah, mosok. Nggak mungkin itu. Apakah karena dosa? Waah, mestinya ya
memang dosa besar. Tapi karena menyetubuhi Bu Ihksan itu enak dan
nikmat, apalagi dia juga senang, maka hubungan gelap itu perlu
diteruskan, dipelihara, dan dilestarikan.
Untuk mengatur perselingkuhanku
dengan Bu Ihksan, kami sepakat dengan membuat kode khusus yg hanya
diketahui kami berdua. Apabila Pak Ihksan tdk ada di rumah dan
benar-benar aman, Bu Ihksan memadamkan lampu di sumur belakang rumahnya.
Biasanya lampu 5 watt itu menyala
sepanjang malam, namun kalau pada pukul 20.00 lampu itu padam, berarti
keadaan aman dan aku dapat mengunjungi Bu Ihksan. Karena dari samping
rumahku dapat terlihat belakang rumah Bu Ihksan, dengan mudah aku dapat
menangkap tanda tersebut. Tetapi pernah tanda itu tdk ada sampai 1 atau 2
bulan, bahkan 3 bulan. Aku kadang-kadang jadi agak jengkel dan frustasi
(karena kangen) dan aku mengira juga Bu Ihksan sudah bosan denganku.
Tetapi ternyata memang kesempatan itu benar-benar tdk ada, sehingga tdk
aman untuk bertemu.
Pada suatu hari aku berpapasan
dengan Bu Ihksan di jalan dan seperti biasanya kami saling menyapa
baik-baik. Sebelum melanjutkan perjalanannya, dia berkata,
“Dik Iwan, besok malam minggu ada keperluan nggak?”
“Kayaknya sih nggak ada acara kemana-mana. Emangnya ada apa?” jawabku dengan penuh harapan karena sudah hampir satu bulan kami tdk bermesraan.
“Nanti ke rumah yaa!” katanya dengan tersenyum malu-malu.
“Emangnya Pak Ihksan nggak ada?” kataku.
“Kayaknya sih nggak ada acara kemana-mana. Emangnya ada apa?” jawabku dengan penuh harapan karena sudah hampir satu bulan kami tdk bermesraan.
“Nanti ke rumah yaa!” katanya dengan tersenyum malu-malu.
“Emangnya Pak Ihksan nggak ada?” kataku.
Dia tdk menjawab, cuma tersenyum
manis dan pergi meneruskan perjalanannya. Walaupun sudah biasa, darahku
pun berdesir juga membaygkan pertemuanku malam minggu nanti.
Seperti biasa malam minggu adalah
giliran ronda malamku. Istriku sudah tahu itu, sehingga tdk menaruh
curiga atau bertanya apa-apa kalau pergi keluar malam itu. Aku sudah
bersiap untuk menemui Bu Ihksan. Aku hanya memakai sarung, tdk memakai
celana dalam dan kaos lengan panjang biar agak hangat. Dan memang kalau
tidur aku tdk pernah pakai celana dalam tetapi hanya memakai sarung
saja. Rasanya lebih rileks dan tdk sumpek, serta k0ntolnya biar mendapat
udara yg cukup setelah seharian dipepes dalam celana dalam yg ketat.
Waktu menunjukkan pukul 22.00. Lampu
belakang rumah Bu Ihksan sudah padam dari tadi. Aku berjalan memutar
dulu untuk melihat situasi apakah sudah benar-benar sepi dan aman.
Setelah yakin aman, aku menuju ke samping rumah Bu Ihksan. Aku ketok
kaca nako kamarnya. Tanpa menunggu jawaban, aku langsung menuju ke pintu
belakang. Tdk berapa lama terdengar kunci dibuka. Pelan pintu terbuka
dan aku masuk ke dalam. Pintu ditutup kembali.
Aku berjalan beriringan mengikuti Bu
Ihksan masuk ke kamar tidurnya. Setelah pintu ditutup kembali, kami
langsung berpelukan dan berciuman untuk menyalurkan kerinduan kami. Kami
sangat menikmati kemesraan itu, karena memang sudah hampir satu bulan
kami tdk mempunyai kesempatan untuk melakukannya. Setelah itu, Bu Ihksan
mendorongku, tangannya di pinggangku, dan tanganku berada di pundaknya.
Kami berpandangan mesra, Bu Ihksan tersenyum manis dan memelukku
kembali erat-erat. Kepalanya disandarkan di dadaku.
“Paa, sudah lama kita nggak begini”, katanya lirih.
Bu Ihksan sekarang kalau sedang
bermesraan atau bersetubuh memanggilku Papa. Demikian juga aku selalu
membisikkan dan menyebutnya Mama kepadanya. Nampaknya Bu Ihksan
menghayati betul bahwa Nia, anaknya yg cantik itu bikinan kami berdua.
“Pak Ihksan sedang kemana sih maa”, tanyaku.
“Sedang mengikuti piknik karyawan ke Pangandaran. Aku sengaja nggak ikut dan hanya Nia saja yg ikut. Tenang saja, pulangnya baru besok sore”, katanya sambil terus mendekapku.
“Maa, aku mau ngomong nih”, kataku sambil duduk bersanding di tempat tidur. Bu Ihksan diam saja dan memandangku penuh tanda tanya.
“Maa, sudah dua tahun lebih aku berumah tangga, tetapi istriku belum hamil-hamil juga. Kamu tahu, mustinya secara fisik, kami tdk ada masalah. Aku jelas bisa bikin anak, buktinya sudah ada kan. Aku nggak tahu kenapa kok belum jadi juga. Padahal bikinnya tdk pernah berhenti, siang malam”, kataku agak melucu. Bu Ihksan memandangku.
“Sedang mengikuti piknik karyawan ke Pangandaran. Aku sengaja nggak ikut dan hanya Nia saja yg ikut. Tenang saja, pulangnya baru besok sore”, katanya sambil terus mendekapku.
“Maa, aku mau ngomong nih”, kataku sambil duduk bersanding di tempat tidur. Bu Ihksan diam saja dan memandangku penuh tanda tanya.
“Maa, sudah dua tahun lebih aku berumah tangga, tetapi istriku belum hamil-hamil juga. Kamu tahu, mustinya secara fisik, kami tdk ada masalah. Aku jelas bisa bikin anak, buktinya sudah ada kan. Aku nggak tahu kenapa kok belum jadi juga. Padahal bikinnya tdk pernah berhenti, siang malam”, kataku agak melucu. Bu Ihksan memandangku.
“Pa, aku harus berbuat apa untuk
membantumu. Kalau aku hamil lagi, aku yakin suamiku tdk akan mengijinkan
adiknya Nia kamu minta menjadi anak angkatmu. Toh anak kami kan baru
dua orang nantinya, dan pasti suamiku akan sayang sekali. Untukku sih
memang seharusnya bapaknya sendiri yg mengurusnya. Tdk seperti sekarang,
keenakan dia. Cuma bikin doang, giliran sudah jadi bocah orang lain
dong yg ngurus”, katanya sambil merenggut manja. Aku tersenyum kecut.
“Jangan-jangan ini hukuman buatku ya maa, Aku dihukum tdk punya anak sendiri. Biar tahu rasa”, kataku.
“Ya sabar dulu deh paa, mungkin belum pas saja. Spermamu belum pas ketemu sama telornya Rina (nama istriku). Siapa tahu bulan depan berhasil”, katanya menghiburku.
“Ya sabar dulu deh paa, mungkin belum pas saja. Spermamu belum pas ketemu sama telornya Rina (nama istriku). Siapa tahu bulan depan berhasil”, katanya menghiburku.
“Ya mudah-mudahan. Tolong didoain yaa…”
“Enak saja. Didoain? Mustinya aku kan nggak rela Papa menyetubuhi Rina istrimu itu. Mustinya Papa kan punyaku sendiri, aku monopoli. Nggak boleh punya Papa masuk ke perempuan lain kan. Kok malah minta didoain. Gimana siih”, katanya manja dan sambil memelukku erat-erat.
“Enak saja. Didoain? Mustinya aku kan nggak rela Papa menyetubuhi Rina istrimu itu. Mustinya Papa kan punyaku sendiri, aku monopoli. Nggak boleh punya Papa masuk ke perempuan lain kan. Kok malah minta didoain. Gimana siih”, katanya manja dan sambil memelukku erat-erat.
Benar juga, mestinya kami ini jadi suami-istri, dan Nia itu anak kami.
“Maa, kalau kita ngomong-ngomong
seperti ini, jadinya nafsunya malah jadi menurun lho. Jangan-jangan
nggak jadi main nih”, kataku menggoda.
“Iiih, dasar”, katanya sambil mencubit pahaku kuat-kuat.
“Makanya jangan ngomong saja. Segera saja Mama ini diperlakukan sebagaimana mestinya. Segera digarap doong!” katanya manja.
“Iiih, dasar”, katanya sambil mencubit pahaku kuat-kuat.
“Makanya jangan ngomong saja. Segera saja Mama ini diperlakukan sebagaimana mestinya. Segera digarap doong!” katanya manja.
Kami berpelukan dan berciuman lagi.
Tentu saja kami tdk puas hanya berciuman dan berpelukan saja. Kutidurkan
dia di tempat tidur, kutelentangkan. Bu Ihksan mandah saja. Pasrah saja
mau diapain. Dia memakai daster dengan kancing yg berderet dari atas ke
bawah. Kubuka kancing dasternya satu per satu mulai dari dada terus ke
bawah. Kusibakkan ke kanan dan ke kiri bajunya yg sudah lepas kancingnya
itu. Menyembullah buah dadanya yg putih menggunung (dia sudah tdk pakai
BH). Celana dalam warna putih yg menutupi memeknya yg nyempluk itu aku
pelorotkan.
Aku benar-benar menikmati keindahan
tubuh istri gelapku ini. Saat satu kakinya ditekuk untuk melepaskan
celana dalamnya, gerakan kakinya yg indah, memeknya yg agak terbuka,
aduh pemandangan itu sungguh indah. Benar-benar membuatku menelan ludah.
Wajah yg ayu,buah dada yg putih menggunung, perut yg langsing, memek yg
nyempluk dan agak terbuka, kaki yg indah agak mengangkang, sungguh
mempesona. Aku tdk tahan lagi. Aku lempar sarungku dan kaosku entah
jatuh dimana. Aku segera naik di atas tubuh Bu Ihksan. Kugumuli dia
dengan penuh nafsu. Aku tdk peduli Bu Ihksan megap-megap keberatan aku
tindih sepenuhnya. Habis gemes banget, nafsu banget sih.
“Uugh jangan nekad tho. Berat nih”, keluh Bu Ihksan.
Aku bertelekan pada telapak tanganku
dan dengkulku. K0ntolku yg sudah tegang banget aku paskan ke memeknya.
Terampil tangan Bu Ihksan memegangnya dan dituntunnya ke lubang memeknya
yg sudah basah. Tdk ada kesulitan lagi, masuklah semuanya ke dalam
memeknya. Dengan penuh semangat kukocok memek Bu Ihksan dengan k0ntolku.
Bu Ihksan semakin naik, menggeliat dan merangkulku, melenguh dan
merintih. Semakin lama semakin cepat, semakin naik, naik, naik ke
puncak.
“Teruuus, teruus paa.. sshh… ssh…” bisik Bu Ihksan
“Maa, aku juga sudah mau… keluaarr”
“Yg dalam paa… yg dalamm. Keluarin di dalaam Paa… Paa… Adduuh Paa nikmat banget Paa…, ouuch..”, jeritnya lirih yg merangkulku kuat-kuat.
“Maa, aku juga sudah mau… keluaarr”
“Yg dalam paa… yg dalamm. Keluarin di dalaam Paa… Paa… Adduuh Paa nikmat banget Paa…, ouuch..”, jeritnya lirih yg merangkulku kuat-kuat.
Kutekan dalam-dalam k0ntolku ke
memeknyanya. Creeet, croot, crroottt, keluarlah spermaku di dalam rahim
istri gelapku ini. Napasku seperti terputus. Kenikmatan luar biasa
menjalar kesuluruh tubuhku. Bu Ihksan menggigit pundakku. Dia juga sudah
mencapai puncak. Beberapa detik dia aku tindih dan dia merangkul
kuat-kuat.
Akhirnya rangkulannya terlepas.
Kuangkat tubuhku. K0ntolku masih di dalam, aku gerakkan pelan-pelan,
aduh geli dan ngilu sekali sampai tulang sumsum. Memeknya licin sekali
penuh spermaku. Kucabut k0ntolku dan aku terguling di samping Bu Ihksan.
Bu Ihksan miring menghadapku dan tangannya diletakkan di atas perutku.
Dia berbisik,
Dia berbisik,
“Paa, Nia sudah cukup besar untuk punya adik. Mudah-mudahan kali ini langsung jadi ya paa.
Aku ingin dia seorang laki-laki.
Sebelum Papa tadi mengeluh Rina belum hamil, aku memang sudah berniat
untuk membuatkan Nia seorang adik. Sekalian untuk test apakah Papa masih
joos apa tdk. Kalau aku hamil lagi berarti Papa masih joosss. Kalau
nanti pengin menggendong anak, ya gendong saja Nia sama adiknya yg baru
saja dibuat ini.” Dia tersenyum manis.
Aku diam saja. menerawang jauh, alangkah nikmatnya bisa menggendong anak-anakku.
Malam itu aku bersetubuh lagi.
Sungguh penuh cinta kasih, penuh kemesraan. Kami tuntaskan kerinduan dan
cinta kasih kami malam itu. Dan aku menunggu dengan harap-harap cemas,
jadikah anakku yg kedua di rahim istri gelapku ini?
jangan segan2 berkunjung kembaLi ya sobat
EmoticonEmoticon