Sebelumnya kuperkenalkan dulu siapa diriku. Namaku Nunu, seorang mahasiswa semester pertama di universitas di kota P dan nama pacarku Rirrie, sekolah di SMU kelas III di kota P juga. Wajahnya cantik walaupun tidak secantik bintang sinetron, manis tepatnya. Punya alis mata yang hitam tebal yang sangat kontras dengan kulitnya yang putih.
![]() |
Dengan hidung yang mungil lucu plus
bibir “dower” yang selalu merah dan dihiasi dengan gigi yang sedikit
tidak teratur tetapi justru giginya itu yang menjadi daya tarik
utamanya. Tingginya sekitar 155 cm, berat 47 kg. Badannya mungil tapi
montok. Bahu yang datar dan badan yang tegap dihiasi dengan sepasang
payudara indah berukuran 32B yang proporsional sekali dengan tubuhnya.
Pantat yang terbentuk rapi disertai
sepasang kaki yang indah, terutama betisnya. Pinggang yang ramping,
perut yang datar dan pinggul yang tidak terlalu besar. Tapi sungguh,
dengan keadaan tubuh seperti itu, tidak ada pria yang bisa menahan
napsunya jika melihatnya sedang telanjang bulat. Tentu saja.
Kejadian ini kualami kalau tidak
salah hari Kamis Agustus lalu. Aku barus saja menjemputnya pulang
sekolah jam setengah dua siang. Biasanya sich dia bawa motor sendiri,
cuman hari itu entah kenapa dia berangkat sekolah naik becak. Jadinya
saat pulang sekolah dia menelponku minta dijemput. Panas sekali hari
itu. Saat sampai di rumahnya aku tidak langsung pulang.
Aku mampir sejenak buat sekedar
menghilangkan rasa haus. Aku duduk di ruang tamu, di sofa yangpanjang,
sementara dia mengganti baju sekolahnya dengan gaun santai. Entah model
apa bajunya, yang jelas dia memakai kaos dengan celana pendek yang
berbahan kaos juga. Dia tampak seksi sekali dengan dandanan seperti itu.
Dia balik sambil membawa segelas
sirup dingindan kemudian tiduran di sofa dengan posisi kepalanya di
pangkuanku. Kami pun berbasa-basi, saling menanyakan kabar
masing-masing. Karena memang kita sudah lama tidak ketemu. Aku barusan
pulang dari Jogja, tinggal di sana beberapa hari. Dia orangnya memang
gampang sekali kangen sama pacarnya.
Ditinggal beberapa hari saja sudah
seperti sebulan hebohnya. Dan kalau dia sedang kangen, rugi aku kalau
tidak ada di sisinya. Tau maksudnya kan? Lalu kami mulai bercerita
tentang kegiatan kami masing-masing selama ini sambil sesekali saling
mencumbu, berciuman dan berpagutan mesra. Saling memainkan lidah.
Kubiarkan mulutnya melumat bibirku. Kubiarkan giginya menggigit lembut
bibirku.
Kurasakan lidahnya menari-nari di
dalam mulutku. Napasnya yang lembut mendera wajahku. Oh ya, aku paling
suka “kissing” dengannya saat dia sedang makan coklat. Rasanya jadi
tambah enak. Dan seperti biasa kalau kami sedang berasyik masyuk, kedua
belah tanganku selalu menari-nari di tubuhnya. Selalu! Orang dianya
sendiri yang minta buat dijamah.
“Pokoknya kalau kamu sedang
mencumbuku, sekalian dech tangan kamu ngerjain tubuhku. Biar tidak
nanggung. Tapi harus di bagian yang sensitif. Seperti di daerah sini,
sini dan di sini!” katanya kepadaku suatu waktu sambil tangannya
menunjuk leher, dada dan bawah perutnya. Enak katanya.
Akunya sich oke-oke aja. Siapa yang
bakal menolak ditawarin kerjaan seperti itu. Mulailah pekerjaanku.
Kudekatkan kepalaku ke lehernya, kukecup perlahan leher itu kemudian
kugigit perlahan. Dia mendongakkan kepalanya tanda dia merasa kegelian.
Kucium daerah telinganya dan kukulum bagian telinga yang menggelambir.
Dia mendesah perlahan dan kemudian
melingkarkan kedua tangannya ke leherku. Tangan kananku pun berusaha
menopang punggungnya agar tubuhnya sedikit tegak dan tangan kiriku
segera kumasukkan ke balik bajunya, mengakibatkan kaosnya terangkat
sampai ke perut. Tanganku menyentuh kulitnya yang halus. Menyusup ke
punggungnya untuk melepas tali BH-nya.
Dan mulailah tanganku menjelajahi
bukit barisan itu. Kuremas payudaranya, terasa lembut sekali, diapun
merintih. Kupilin putingnya, dia mengerang. Kutarik puting itu dan
diapun mendesah. “Ahh..!” Kuputar-putar jariku di sekitar puting itu
“Sshhh..!” Dia mengerang merasakan kenikmatan itu.
as-remas buah dada itu
berulangkali, kucubit bukit itu. Rasanya kenyal sekali. Nggak bakalan
bosan walaupun tiap hari aku disuruh menyentuhnya. Lalu tanganku pun
turun menyusuri perutnya, menuju hutan tropis. Masuk ke dalam celana
dalamnya yang terbuat dari kain satin dengan sedikit renda pada bagian
vaginanya.
Kutemukan tumpukan kecil daging yang
ditumbuhi rambut-rambut halus. Kugunakan jari telunjuk dan jari manisku
untuk membelah labianya yang masih terasa liat sementara jari tengahku
kumasukan sedikit ke dalam liang senggamanya. “Mmhhh…” Dia kegelian.
Kedua kakinya nampak terjulur lurus, sedikit menegang. Kucari seonggok
daging kecil diantaranya.
Bagian yang mampu mengantarkan
seorang wanita merasakan apa arti hidup yang sesungguhnya. Setelah
kutemukan mulai tanganku memainkannya. Kusentuh klitoris itu lembut
sekali, namun akibatnya sungguh luar biasa. Tubuhnya menggelinjang hebat
dengan kedua kaki terangkat ke atas menggapai-gapai di udara.
Dia melenguh dengan mata terpejam
dan lidah yang menjilati bibirnya. Langsung kulumat mulutnya. Dia pun
membalas dengan ganas. “Uuhhhh…” Lalu tangan kiriku berusaha menarik
klitorisnya, kupencet, kusentil, kupetik, kugesek dengan jari tengahku.
Dia memang paling suka disentuh klitorisnya. Dan kalau sudah disentuh,
bisanya seperti orang sakau.
Mendesah, mengerang, dan menggigil.
Pernah suatu ketika aku ditelpon supaya datang ke rumahnya cuma untuk
“memainkan” klitorisnya. Ya, ampuun… setelah puas bermain api, kami pun
mencari air untuk menyiramnya. Ehh.. sorry, ngelantur. Tak lama kemudian
dia mengajakku ke lantai dua.
“Mas, naik ke atas yuk?” “Mo
ngapain?” tanyaku. “Ke kamarnya Mbak Dian, di sini panas. Ada AC di
sana.” “Boleh!” aku setuju. Kami pun naik ke lantai dua. Satu persatu
anak tangga itu kami lewati dan kami pun masuk ke kamar Mbak Dian. Aku
langsung tiduran di tempat tidur, sementara dia menyalakan AC-nya. Lalu
dia rebah di sampingku.
Kami bercerita lagi dan bercumbu
lagi. Kali ini kulepas kaosnya, setumpuk daging segar menggunung di
dadanya yang tertutup BH semi transparan seolah ingin melompat keluar.
Waw, menantang sekali dan kemudian dengan kasar kusentakkan BH itu
hingga terlepas, lalu terhamparlah pemandangan alam. Nampak Sindoro
Sumbing yang berjejer rapi. Bergelanyut manja di dadanya.
Putingnya yang berwarna coklat
kemerahan kokoh tegak ke atas mengerling ke arahku menantang untuk
kunikmati. Payudaranya betul-betul indah bentuknya, terbungkus kulit
kuning langsat tanpa cacat sedikitpun, yang tampak membias jika terkena
cahaya, yang menandakan payudara itu masih sangat kencang.
Maklum payudara perawan yang rajin
merawat tubuh. Namun dengan payudara seperti itu, jangankan menyentuh,
cuma dengan memandangnya saja kita akan segera tahu kalau payudara itu
diremas akan terasa sangat lembut di tangan. Kudekatkan wajahku ke
dadanya. Mulutku kubuka untuk menikmati kedua payudaranya.
Bau harum khas tubuhnya semerbak
merasuk ke dalam hidungku. Kuhisap salah satu putingnya, kugigit-gigit
kecil. Lidahku bergerak memutar di sekitar puting susunya. Dia mengejang
kegelian. Menjambak rambutku dan ditekankan kepalaku ke dadanya.
Wajahku terbenam di sana. Kugigit sedikit bagian dari bukit itu dan
kusedot agak keras.
Nampaklah tanda merah di sana. Puas
kunikmati dadanya, mulailah ada hasrat yang menuntut untuk berbuat
lebih. Tampak juga di wajah Rirrie. Matanya menatapku sayu. Wajahnya
memerah dan napasnya memburu. Kalau dia dalam keadaan seperti ini, dapat
dipastikan dia sedang terangsang berat.
Dan aku yakin kemaluannya pasti
sudah basah. Aku bertanya padanya, “Rie, sekali-kali kita ngewek yuk!”
“Ah, tidak mau ah!” dia menolak. “Kenapa?” tanyaku. “Aku malu,”
jawabnya. “Malu sama siapa?” tanyaku lagi. “Aku malu diliat bugil. Aku
malu kamu liat anuku.” terangnya.
“Lho, kamu ini aneh. Masa hampir
tiap hari kupegang memek kamu, cuma ngeliat malah tidak boleh?” tanyaku
keheranan. “He..” dia tertawa manja. Otakku bekerja mencari akal. “Atau
gini aja, kamu ambil selimut buat nutupin tubuh kamu. Ntar kita cari
gaya yang bikin memek kamu nggak keliatan,” usulku sembarangan, nggak
taunya dia setuju.
“Iya dech Mas” Aku girang setengah
mati. Lalu dia pun turun ke bawah mengambil selimut. Tak lama kemudian
dia sudah ada di hadapanku lagi dengan sebuah selimut batik di
tangannya. Lalu selimut itu diserahkannya kepadaku. “Nah, sekarang kamu
lepas semua pakain kamu!” perintahku.
Dia pun segera melepas semua
pakaiannya. Sungguh anggun cara dia melepas pakaian. Perlahan namun
pasti. Apalagi saat dia mengangkat kedua tangannya untuk melepas
penjepit rambut yang menyebabkan rambutnya terurai indah menutupi
sebagian pundaknya. Oh, cantik sekali dia. Berdiri telanjang tanpa
sehelai benang pun menutupi tubuhnya.
Layaknya seorang bidadari. Dengan
payudara yang kencang mengantung indah, dengan bulu halus yang tertata
rapi menghiasi bagian bawah perutnya. Dan ketika sadar dirinya telanjang
bulat, secepat kilat dia merampas selimut yang ada di tanganku dan
digunakanya untuk menutupi tubuhnya. Kusuruh dia untuk naik ke atas
tempat tidur dalam posisi merangkak membelakangiku.
Aku segera melepas seluruh
pakaianku. Dia menengok ke belakang dan tak sengaja menatap penisku yang
sudah tegang berat dan langsung memalingkan wajah. Jengah. Sambil
merajuk manja. “Ihhh…” Walaupun kami sering bercumbu tapi kami belum
pernah saling mempertontonkan alat vital masing-masing.
Kalau saling pegang atau sekedar
nyentuh sich sering. Makanya jangan heran kalau dia jengah waktu melihat
penisku. Dan lagi dia itu orangnya pasif. Penginnya “dikerjain” melulu,
tapi kalau disuruh “ngerjain” suka ogah- ogahan. Padahal sebenarnya dia
senang sekali kalau disuruh memegang penisku.
Tapi itulah dia, dia yang seorang
Rirrie yang penuh dengan tanda tanya. Yang aku pun masih suka bingung
untuk mengikuti jalan pikirannya. Aku pun segera mendekat membawa
seluruh amunisi yang kupunya. Siap dalam duel berdarah. Kuangkat sedikit
selimut yang menutupi pantatnya dan harum birahi yang amat kusukai dari
vaginanya menyebar.
Tanganku pun masuk ke balik selimut
itu. Mencari daerah jajahan yang harus dikuasai. Meraba-raba sampai
akhirnya kutemukan gundukan itu. Terasa benar bulu kemaluannya di
jariku. “Aowww… iiihhh! Mas nakal!” Dia protes ketika aku berusaha
mencabut beberapa helai bulu kemaluannya.
Sebelumnya buat para pembaca, aku
melakukan ini semua tanpa melihat ke arah vaginanya. Bayangkan,
bagaimana sulitnya. Soalnya aku belum pernah menatap langsung vagina
sekarang ini. Mulai kupusatkan perhatianku di daerah selangkangannya.
Vaginanya terasa basah. Pasti dia sudah sangat terangsang.
Dan kucari letak lubangnya dengan
jariku. “Ah, geli Mas!” dia tersentak ketika tak sengaja tanganku
menyentuh klitorisnya. “Hore ketemu…!!!” aku teriak kegirangan. Akhirnya
kutemukan lubang itu. Kumasukkan seperempat jari telunjukku ke dalam
vaginanya. Sebentar kuputar-putar disana. Pinggulnya bergerak-gerak
tanda dia kegelian.
Lalu kutarik kembali dan kini
pelan-pelan kusorongkan rudalku untuk mencoba menembus dimensi itu. Saat
pertama penisku menyentuh vaginanya, secara refleks dia mengatupkan
kedua kakinya. “Dasar perawan..” kataku di dalam hati. Lalu perlahan
kucoba merenggangkan kakinya. Terasa ada penolakan halus disana.
“Ayo dong sayang, direngganging
sedikit kakinya. Katanya pengen di entotin.” Dia nurut, perlahan dia
mulai mengangkangkan kedua kakinya. Rudalku pun kembali mencari
sasarannya. Mulai menempel di bibir vaginanya. Terasa hangat di situ.
“Aduh Mas, aku deg-degan nich” “Udah kamu tenang aja dech!” Perlahan
tanganku mencoba untuk membuka tabir itu. Kugunakan jemari tanganku
untuk menguak vagina itu.
Sedikit terbuka. Dan kucoba
memasukkan penisku. “Bless!” Kepala rudalku mulai masuk, membuat Rirrie
mengerang kesakitan, membuatnya sedikit tidak nyaman. “Aduh, Mas, sakit
nich!” dia merintih. Kepalanya mendongak ke atas dengan mimik menahan
rasa sakit. “Tahan sebentar ya sayang! Sakitnya paling cuma sebentar
kok.” Kasihan juga sich melihat dia begitu.
Tapi demi kenikmatan itu apa boleh
buat. Namun saat kepala rudalku mulai menguak masuk vaginanya, terasa
ada energi yang sangat kuat dari dalam vaginanya mencoba untuk menyedot
penisku agar masuk ke dalam vagina itu. Sampai pinggulku tertarik maju
membuat seluruh penisku melesak ke dalam lubang itu.
“Sleep…” “Ah, Mas sakit nich!” “Tapi
kok enak ya Mas?” “Makanya kalo pengen lebih enak jangan ribut terus!”
kataku. “Enak tapi kok aneh ya Mas? Kayak ada yang ngganjel,” dia
ngomong sekenanya. Aku pun tertawa. “Kamu santai aja dong, jangan tegang
gitu.” Dia menuruti perintahku.
Dan sensasi yang belum pernah kami
rasakan mulai meresap di diri kami. Penisku rasanya seperti
diremas-remas lembut sekali oleh suatu benda asing yang hangat dan basah
tak dikenal, disedot-sedot oleh vaginanya. Duh.. nikmatnya luar biasa.
Mataku sampai nanar menahan kenikmatan itu. Lembab namun terasa sangat
nyaman.
Mulai kugerakkan maju mundur
pinggangku, kugenjot penisku perlahan dan kemudian sedikit demi sedikit
kupercepat genjotanku, kadang-kadang kupelankan sambil kubenamkan
sedalam- dalamnya ke lubang vaginanya sampai dia menjerit, “Mas.. Mas
aduh yang ini sich enak banget.. tusuk lagi dong yang keras Mas!” Rirrie
memohon.
Langsung saja kuturuti
permintaannya. penisku bergesekan dengan dinding vaginanya yang
membuahkan kenikmatan tersendiri bagi kami. Mengakibatkan bunyi berdecak
yang mengiringiku menuju sejuta kenikmatan. Tidak lama kemudian Ririe
mendesah hebat sambil badannya bergerak ke sana-kemari, cepat sekali,
badannya meliuk-liuk, tangannya meremas- remas sprei tempat tidur hingga
acak-acakan.
“Uuuhh.. enak sekali Mas.. pelanin
dong nyodoknya,” rintih Rirrie. Kuturuti kemauanya. “Uh!” nikmat sekali
rasanya. Kupompa perlahan-lahan sambil kunikmati kenikmatan yang
menjalar ke seluruh tubuhku. Sebentar-sebentar dia menggoyangkan
pinggulnya, seolah-olah ingin agar penisku juga merasakan kenikmatan
itu. Kedua belah tanganku bergerak kesana kemari menjelajahi bagian
belakang tubuhnya.
Kujambak rambutnya dan kudongakkan
kepalanya. Kubungkukan badanku lalu kuciumi punggungnya. Kujilati leher
itu. Kutampar perlahan pantat Rirrie. Dia menjerit kecil. Tanganku pun
mengarah ke depan menyambar payudaranya yang menggelantung tak berdaya.
Manggut- manggut mengikuti gerakan badannya. Membuatku semakin horny.
Payudaranya terasa lebih keras dari
biasanya. Mungkin karena dia sedang dalam kondisi terangsang puncak.
Kuremas-remas dengan kasar. Kupilin-pilin putingnya dan, “Plop…” ya
ampun puting itu terlepas. Rambutnya yang panjang melambai-lambai
mengikuti irama genjotanku. Matanya terlihat amat sayu dan sebentar-
sebentar terpejam.
Hingga akhirnya… “Adduuhh.. Rirrie
tidak kuat lagi Mas..” “Rirrie pengen pipis..” “Masss.. aaakhh..”
Kurasakan dia menekan vaginanya sedalam mungkin sambil menggoyang-
goyangkan pinggulnya dan mengatupkan kedua kakinya yang membuat penisku
semakin keras terjepit. Namun sungguh, tindakannya justru makin menambah
nikmat gesekan yang kurasakan.
Tubuhnya tersentak dan berdiri tegak
membelakangiku. Kepalanya disandarkan di bahuku. “Masss.. enak
sekalii.. Hmmm..” Lalu kulihat kepalanya mendongak ke atas dan kedua
bola matanya membalik seperti orang kesurupan. Tangannya bergerak ke
belakang memeluk tubuhku. Dan menekan kuat tubuhku seolah ingin
menyatukan dengan tubuhnya.
Intensitas denyutan vaginanya
semakin tinggi dan kekuatan menyedotnya pun bertambah besar. Yang
menyebabkan penisku terasa semakin tertarik di liang senggamanya.
Kupercepat lagi genjotanku. Dan akhirnya… “Ohhh… aaakhhh.. ouch… Mas
enak!” Teriakannya keluar seiring orgasme yang dicapainya.
“Seerrr…” cairan bening pun keluar
membasahi liang senggamanya. Banjir. Kurasakan suhu di sekitar situ
bertambah panas. Sekian lama berlalu tapi Rirrie masih terus memejamkan
matanya dan menekan kuat pinggulnya. Menggerak-gerakannya kekiri dan
kekanan. Mencoba untuk menyerap segala kenikmatan yang baru pernah
dirasakanya.
Dia meracau tak karuan. Saat orgasme
yang dialaminya berakhir, dia pun terkulai lemas. Menjatuhkan tubuhnya
di atas tempat tidur dengan mata terpejam. Dalam posisi nungging.
penisku terlepas dari vaginanya. Tubuhnya bermandikan keringat. Semakin
menambah pesona kecantikan tubuhnya. Tak sengaja aku melihat daerah
selangkangannya.
Ternyata bentuk vaginanya bagus
sekali. Vaginanya yang berwarna merah jambu nampak merekah sedikit
monyong dan labia minora-nya nampak sedikit menjorok keluar. Mungkin
karena tadi rudalku berkali-kali membombardir pertahanannya. Vagina itu
berdenyut-denyut dan berkilat terkena cahaya. Sedikit darah keluar dari
dalam vaginanya perlahan turun mengalir ke pahanya.
Ternyata dia masih benar-benar
perawan. Kubiarkan dia untuk mengatur detak jantungnya. Agar mampu
menghimpun kembali energi yang secara mendadak dikeluarkannya.
Sepertinya dia agak shock. Maklum, pengalaman pertama. “Mas… yang
barusan itu enak sekali.” Dia berbisik sambil menatapku dengan senyum
kecil di sudut bibirnya.
Senyum penuh kepuasan. Lalu
kurebahkan tubuhnya sehingga dia dalam posisi tengkurap tidur, aku pun
merebahkan tubuhku menindih punggungnya. Tanganku bergerak kembali ke
arah selangkangannya. Becek sekali di sana. Kucari kembali letak liang
senggama itu.
“Ayo sayang buka kembali surga
kamu,” pintaku. Perlahan dia mengangkangkan kembali kedua kakinya. Dan
kini giliranku untuk memetik kemenangan itu. Begitu melihat Rirrie
membuka sedikit saja selangkangannya, semangatku langsung membara lagi.
Kuambil ancang-ancang untuk memasukkan kembali penisku. Satu.. dua..
tiga.. dan,
“Bleess…” dengan mudahnya penisku
menembus vaginanya. Tanpa permisi dan karena sudah tidak sabar langsung
kugenjot dengan kecepatan tinggi. Tak lama kemudia kurasakan seluruh
urat nadiku menegang dan darah mengalir ke satu titik. Aku akan mencapai
orgasme. “Rie, Mas mau keluar nich..” “Gantian Ya?” “Iya Mas,
dienak-enakin lho!” Rirrie berkata sambil kembali mengatupkan kedua
kakinya.
Terasa dia sedikit mengejan untuk
memberi kekuatan di daerah perutnya yang mengakibatkan otot-otot di
sekitar vaginanya kembali mencengkeram kuat. Semakin kupacu genjotanku
dan akhirnya pada saat akan terjadi titik kulminasi kuangkat tubuhku dan
kutarik penisku keluar dari vaginanya dan langsung kubalikan tubuh
Rirrie dan kuraih tangan kanannya lalu kusuruh dia mengocok penisku.
Kutarik kepalanya mendekati penisku.
Penisku seperti dipompa sampai bocor. Air maniku pun menyembur kencang
dalam genggaman tangannya. Mengenai wajahnya. Aku melenguh. Kulihat air
maniku menetes di sprei tempat tidur. Air maniku sepertinya tidak mau
berhenti.
Tanganya yang lembut terus mengurut
penisku dengan cepat, mengusap-usap kepala rudalku dengan ibu jarinya.
Sampai air mani terakhir menetes di tangannya. Aku merasakan kenikmatan
yang luar biasa. Sampai terasa ke tulang sumsum. “Enak Mas?” tanya
Rirrie. Aku mengangguk. “Belum pernah aku merasakan yang se.pertii..
ini,” jawabku terbata- bata.
Aku merasa tubuhku lelah sekali.
Lemas tak berdaya. Rirrie mendekatkan wajahnya ke rudalku, dan dengan
sangat-sangat lembut dikecupnya kepala rudalku berkali-kali sambil
berkata, “Kamu benda kecil tapi bisa bikin orang gede kepayahan.” Aku
tersenyum mendengar ucapannya. Rirrie memandangku dengan mesra sambil
menebarkan senyum penuh pesona.
Aku langsung roboh di atas tubuhnya.
Menindih tubuhnya. Kugigit perlahan lehernya. Kujilat dagunya. Kukecup
lembut bibirnya. Rirrie memeluk aku sambil mengecup lembut pundakku.
“Mas kapan-kapan kita ngewek lagi ya Mas?” pintanya. “Iya sayang. Suatu
saat kita bakal ngewe lagi.. Kita cari gaya yang lainnya,” jawabku
perlahan.
“Sekarang Mas pengen bobo dulu. Mas
kecapean nich,” aku memohon. “Iya dech Mas,” balasnya. “Mas.. Rirrie
tambah sayang dech sama Mas.” Dan aku pun mendapatkan ciuman paling
hangat di bibir dalam sejarahku bersamanya. Lalu tangannya turun ke
bawah memegang penisku yang sudah lembek dan meremas-remasnya dengan
lembut sampai dia terlelap.
Kemudian kupeluk tubuhnya, kukecup
keningnya lembut dengan berjuta perasaan yang ada. Dengan sisa kekuatan
yang ada, kuangkat badanku dan balik posisi badanku hingga kepalaku
berada di antara selangkangannya. Kukecup lembut vagina itu. Kujilat
sedikit lendir yang membasahinya.
Kunikmati sebentar pesona vaginanya
dengan mulutku. Lalu akupun memejamkan mata. Kami pun tertidur
meninggalkan senyum kepuasan di bibir kami.
jangan segan2 berkunjung kembaLi ya sobat
EmoticonEmoticon